“Waduh nulis apa ya….??” Pikir saya, begitu baca pesan dari Alo Sani (Kapi Adi mun ti Pajagalan mah he he) di FS yang bunyinya nanya kabar dari Jakarta dan ajakan mengunjungi Blogna Pujangga. Ya udah ini aja deh, saya pilih judul yang sesuai dengan pengalaman berkesan yang baru aja saya alami minggu dua tiga hari lalu. Mudah-mudahan klop jadi bahan referensi bagi Alo-alo yang mau (segera?) menempuh hidup baru seperti ….qqqqq!
Ceritanya gini, Salah seorang mantan murid perempuan saya 8 tahun lalu, orang Sukabumi sebut saja namanya “Bunga” (kayak di berita apaaa gitu) beberapa minggu lalu menelepon saya. “Pak, saya mau nikah. Tolong dunk!!”. Lho?? Kok mau nikah malah minta tolong???. “Gini ya pak..Bunga kan mo nikah ma orang Jepang. Calon suami bunga ini sama sekali gak ngerti bahasa Indonesia. Bapak bisa gak diminta tolong jadi penerjemah pas acara Akad nikah?? sekalian juga jadi penerjemah pas acara pembacaan dua kalimat Shahadat sehari sebelumnya??. Masalahnya murid saya ini udah lama pulang dari Jepang jadi bahasa Jepangnya udah mulai terbatas. Waduh…kalo nolak gimana, nerima juga gimana? Habis, saya juga kan harus nginget2 lagi gimana dulu akad nikah (maklum aja itu juga sekali2nya he he) trus harus menerangkan juga apa maksud acara pernikahan dalam Islam dari mulai syarat sah nikah, apa itu mas kawin, apa itu wali, apa itu ijab, apa itu qobul, belum lagi sighat taklik dll. Jangankan orang Jepang, saya juga lieur. Itu kan istilah agama semua. Tapi ya..namanya juga nikah itu ibadah, harus didukung. OK, saya bersedia deh!! Saya cari referensi dari internet tulisan2 berbahasa Jepang tentang pernikahan di Indonesia sesuai ajaran Islam.
Akhirnya, minggu lalu saya dapat konfirmasi dari si Bunga, bahwa acara masuk Islam dilaksanakan hari Jum’at tanggal 17 Oktober dan acara Akad nikahnya hari Sabtu keesokkan harinya (dua hari lalu). Si Bunga bilang bahwa sebelum calon suami dia masuk Islam dengan membaca dua kalimat Syahadat, bakal diwawancara dulu oleh petugas KUA. “Jadi, tolong pak sebelumnya calon suami saya diterangin dulu tentang Islam??”. “Hah?? Ngedadak gini??” kata saya. “Abis kan gak boleh dia jawab masuk Islam dengan alasan karna mo nikah ma Bunga??”. Kan harus ikhlas, dari hati n tanpa paksaan siapapun. Hmmmmm….Enya, lah mun kitu mah sabisa-bisa. Sambil saya minta tolong di-fax salinan berita acara pemeriksaan masuk Islam dari KUA-nya. Yaa..biar siap-siap gitu.
Hari Jum’at tanggal 17 Oktober 2008, setelah meeting mingguan di kantor Jam 10.00 WIB, atas ijin atasan, saya berangkat menuju Sukabumi. Padahal hari itu saya sedang pegang kelas. Tapi tenang ayeuna mah…kelas mah dititipkeun we ka Rizal (Heu heu tah eta hikmah aya dulur sakantor teh…) Selepas shalat Jum’at saya bertemu dengan calon penganten laki-lakinya di sebuah hotel. Sebut saja namanya Takeshi. Usianya sebaya dengan saya, masih muda lah!! (deuh ngora keneh yeuh) Walah gening….bener2 belum bisa baca syahadat. Ya udah sebisa-bisa dia diajarin dulu bagaimana menjawab pertanyaan dari KUA dan diajarin cara baca Syahadat. Pusingnya, boro-boro baca huruf Arab, baca huruf Latin aja segitu kelabakannya. Akhirnya, tulisannya dibikin pake tulisan Katakana. Tentu aja bunyinya jadi aneh. (Biarin aja lah..toh Allah SWT mah maha tau n maha ngerti bahasa apapun). Sekalian dengan sangat hati-hati diterjemahkan artinya. Salah mah bahaya atuh….Nah, setelah siap pergilah saya ma orang Jepang itu ke rumah tokoh masyarakat setempat. Waduh, tegang juga dikelilingi hadirin yang lumayan banyak. Apalagi si orang Jepangnya kelihatan nervous dan berkali-kali ngusap keringat diantara matanya nu rada-rada sipit (lain rada deui meureun ah…). Tapi setelah, berjuang dengan penuh tetesan keringat akhirnya selesai juga acara pengislaman tsb. Nama Takeshi pun ditambah dengan nama “Muhammad” .Tentu saja sambil harus menerjemahkan do’a-do’a dan ceramah dari petugas dan tokoh masyarakat setempat yang susah diterjemahkan (Do’a na teh paranjang jeung gancang tea ). Alhamdulillah, tugas pertama selesai.
Setelah acara pembacaan dua kalimat Syahadat, saya ma Takeshi kembali kembali ke hotel. Malamnya, sekitar jam 7 saya berdua ma Takeshi membicarakan “strategi” menghadapi acara akad nikah keesokkan harinya. Saya terangkan mengenai segala macam syarat dan aspek pernikahan dalam agama Islam sebisanya. Dilanjutkan dengan latihan Ijab Qobul. Saya pura-puranya jadi walinya si Bunga. Ijab nya pake bahasa Indonesia, Qobulnya pake bahasa Jepang. Dua-duanya secara terbalik harus diterjemahkan dengan cepat sebab kata pak petugas KUA Ijab Qobulnya harus sambung menyambung. Waduh, si Takeshi ma saya jadi sarua geumpeurna pas latihan teh….takut besok salah.
Hari Sabtu 18 Oktober 2008, pagi sekitar jam 9…Saya ma Takeshi berdua berangkat dari hotel menuju rumah calon pengantin wanita dengan jalan kaki. Rumahnya agak dekat dari hotel tapi melewati galengan sawah…Aneh rasanya, arak-arakan pernikahan Cuma dua orang. Katanya, pihak keluarga dari Jepang tidak bisa hadir karena ayahnya udah meninggal dan ibunya sudah tua. Dia anak tunggal. Tapi, pihak keluarga perempuan mengambil keputusan supaya kita berdua mampir dulu ke rumah salah seorang tokoh masyarakat setempat kemudian minta personil tambahan buat arak-arakan pengantin pria. Nah setelah tiba di rumah calon pengantin perempuan, gak lama kemudian acara akad nikah dimulai. Tamu-tamu sudah banyak yang hadir. Semua mata tertuju ke si Takeshi dan tentu ke saya juga sebagai penerjemah. Tegang euy, Jadi asa saya nu rek nikah ieu teh (qwakakakak). Tahap pemeriksaan data, syarat dan saksi sudah dimulai..terus khutbah Nikah dan Ijab Qobulpun dilaksanakan. Alhamdulillah lancar Takeshi baca Qobulnya (puguh we da ku bahasa manehna). Terus diterjemahkan…Sahhhh!!!! Terus, tanda tangan buku nikah. Begitu petugas KUA mengatakan bahwa mereka sah sebagai suami istri, kontan semua bilang Alhamdulillah, Selamat!! Terus saya terjemahkan, dan secara khusus saya bilang selamat pada si Takeshi. Tampak si Takeshi sangat terharu dan matanya berkaca-kaca sambil gak melepaskan salaman saya. Nuhun pisan cenah (kalo pake bahasa Sunda mah). Setelah itu Takeshi diarahkan ke pelaminan, dan saya diminta ma orang tua si penganten wanita, duduk di kursi besan sebagai gantinya ortu si Takeshi menerima ucapan selamat dari para tamu.
Siang sekitar jam 12 lebih, saya mohon pamit mau pulang ke Bandung. Lega rasanya tugas sudah selesai. Dari Sukabumi naek bis. Selama perjalanan sempet terbesit pikiran Takabur seolah-olah “mun euweuh urang mah moal jadi tah acara pernikahan teh.”. Astaghfirullah, cepat-cepat saya beristighfar..Allah SWT lah yang memberi Hidayah kepada siapapun yang dikehendakinya, Allah SWT lah yang mempertemukan dua manusia sebagai jodoh walaupun asalnya jauh, Allah SWT lah yang maha mengerti bahasa apapun. Bukan saya!!..Bukan saya!!
Senin, 20 Oktober 2008
Kamis, 07 Agustus 2008
Kaite atawa Katte?
Hiji poe di asrama, karek anggeus mandi jeung dibaju, kuring muka panto kamar..teu lila aya saurang murid ngaliwat. Ceuk manehna teh "Ohayou gozaimasu!". Terus maneh na teh menta ijin rek kaluar keur hiji kaperluan. Manehna ngomong, " Sensei, gyuunyuu o kaite mo ii desuka?". Barang ngadenge kitu kuring langsung hulang-huleng. Maenya "gyuunyuu" digambar? gambarna siga kumaha? kalengna atawa sumberna? untung gyuunyuu teh kaluarna tina sapi he he he. meureun maksudna mah rek meuli gyuunyuu. atuh mun kitu mah leuwih hade ngomongna " gyuunyuu o katte kimasu". Ceuk saya ieu ge, teuing ceuk si botak nu cicing di kantor mah. He he..punten ah!
Senin, 04 Agustus 2008
"Beli dong, jangan pinjam melulu!"
Kisah ini terjadi ketika aku kelas 2 SMP. Keur meujeuhna mimiti beger...(mulai puber he he). Waktu itu di kelas lagi pelajaran menggambar. Gurunya seorang perempuan, sebut aja namanya Ibu Bunga (heu heu kayak berita di koran lampu merah aja). Namanya mulai puber, wajarlah kalo sering cari perhatian di mata teman-teman perempuan di kelas. Jadi rada-rada vokal gitu lah...Posisi dudukku ada di deretan belakang. Sementara di kursi paling depan dekat ibu guru, teman-temanku yang cewek yang duduk di sana.
Tiba-tiba, teman cewekku yang duduk paling depan dekat bu guru itu berteriak, "Hai teman-teman, siap yang punya pensil dua, pinjam dong satu!". Kontan saja aku yang lagi seneng cari perhatian balik teriak, " Pinjam melulu, beli dong. Pake modal dikit knapa?". Teman-teman sekelasku pada ketawa. Bangga rasanya aku bisa bikin teman sekelasku ketawa. Tapi tiba-tiba temanku yang teriak minta pinjam pensil tadi memberi tanda dengan telunjuknya menunjuk ke arah ibu guru, sambil bibirnya ngomong tanpa suara " ibu, tuh ibu". Waduh, rupanya yang pinjam pensil tadi bukan teman perempuanku itu, tapi si ibu guru. Ternyata si ibu guru pinjamnya sama temanku dengan suara pelan, dan temanku gak punyapensil dua. Kontan aja, aku diam gemetaran. Aku malu, si Ibu hanya tertunduk malu. Wajahnya memerah, teuing beungeut urang mah..sarua we meureun. Ibu guru, maaf ya..aku gak tahu. Lagian knapa sih ibu mesti pinjam pensil segala..
Tiba-tiba, teman cewekku yang duduk paling depan dekat bu guru itu berteriak, "Hai teman-teman, siap yang punya pensil dua, pinjam dong satu!". Kontan saja aku yang lagi seneng cari perhatian balik teriak, " Pinjam melulu, beli dong. Pake modal dikit knapa?". Teman-teman sekelasku pada ketawa. Bangga rasanya aku bisa bikin teman sekelasku ketawa. Tapi tiba-tiba temanku yang teriak minta pinjam pensil tadi memberi tanda dengan telunjuknya menunjuk ke arah ibu guru, sambil bibirnya ngomong tanpa suara " ibu, tuh ibu". Waduh, rupanya yang pinjam pensil tadi bukan teman perempuanku itu, tapi si ibu guru. Ternyata si ibu guru pinjamnya sama temanku dengan suara pelan, dan temanku gak punyapensil dua. Kontan aja, aku diam gemetaran. Aku malu, si Ibu hanya tertunduk malu. Wajahnya memerah, teuing beungeut urang mah..sarua we meureun. Ibu guru, maaf ya..aku gak tahu. Lagian knapa sih ibu mesti pinjam pensil segala..
Naha Kuring Bet Diajar Basa Jepang...
Sabenerna mah loba pisan cita-cita kuring keur leutik teh. Mun teu jadi guru, hayang jadi atlet. Tapi teuing kumaha kadieunakeun cita-cita teh jadi teu puguh. Sakapeung hayang jadi bentang pilem (he he), sakapeung hayang jadi doktor, sakapeung hayang jadi tantara. Malah pernah hayang jadi presiden oge...
Karesep keur leutik teh rupa-rupa, maen pingpong mah, maen bal mah, maca buku mah, jeung rea-rea deui. Komo mae bal mah, kajeun teuing bobolokot leutak nepi balik dicarekan ku indung bapa, eh angger we teu kapok-kapok. Ma'lum harita mah taun 80-an boga idola pamaen PERSIB, Adjat Sudradjat tea.
Nincak SMA tahun 89, kuring mimiti mikir yen jelema teh kudu boga kaahlian anu bener sangkan bisa nyanghareupan hirup mandiri. Hayang jadi pamaen bal, kondisi pisik teu pati ngarojong. Awak teh asa teu ngajangkungan jeung leutik wae, jadi mu ngadu awak jeung batur teh kaeelehkeun. Memang harita aya pamaen PERSIB anu awakna leutik, nyaeta Yusuf Bachtiar. Tapi pan manehna mah dirojong ku bakat jeung kamampuan skill anu hade. Ahirna teu jadi hayang jadi pamaen bal teh. Hayang jadi tentara, nya kitu tea moal lulus test pisik. Hayang jadi bentang pilm, waduh....kumahaa kitu nya.
Sanggeus mikir anu jero, kuring ahirna manggihan ide ngeunaan kaahlian jeung pagawean naon anu teu pati merlukeun kamampuan pisik jeung beungeut sarta bakal kapake saumur hirup. Nyaeta jadi ahli bahasa asing. Modalna ngan biwir wungkul (rada jebleh ge bae ah he he..) eta mah rek jadi guru basa asing atawa penerjemah tea. Alhamdulillah, harita taun 90-an di SMA jurusan IPS teh aya pelajaran basa Jepang. Guruna teh bu Rina nu geulis jeung bageur tea. Keur mah sumanget ninggali guruna (punten bu!!), ditambah sumanget hayang bisa basa Jepang, nya diajar teh soson-soson pisan. Nincak kelas tilu, panggih deui jeung pelajaran basa Jepang anu guruna teh bu Ida. Leuwih soson-soson deui da tereh kaluar SMA, nepika dina ijasah teh rek dibere nilei 10, tapi ku wali kelas dikurangan jadi 9 (nu lain mah nilai teh dikatrol, na ari kuring kalahka dikurangan he he...). Cenah, alesanna teh beurat teuing mun dibere nilai 10 teh. Wios bu guru ah...nilai dina ijasah mah da formalitas wungkul nya bu!!
Lulus ti SMA, taun 92 kuring neruskeun ka jurusan basa Jepang di STBA Yapari-ABA Bandung. Malah taun 96 meunang kasempetan diajar sataun di Jepang. Sanggeus lulus taun 99 langsung gawe di perusahaan Jepang jadi penerjemah.
Taun 2000, mimiti gawe jadi guru kursus basa Jepang. Betah jadi guru mah, lain kunanaon... modal spidol atawa kapur tapi berkuasa!! sok wae bayangkeun, kajeun teuing presiden mun asup kursus ka kelas kuring mah, wayahna we kudu ngaregepkeun pelajaran kuring. komo mun dititah ngerjakeun PR mah, kudu dilaksanakeun..kitu deui jadi penerjemah, moal aya wates umurna sarta teu butuh kamampuan pisik atawa penampilan beungeut...kitu tah alesan kuring milih kaahlian basa Jepang teh. Satuju teu satuju, eta mah ceuk kuring...
Karesep keur leutik teh rupa-rupa, maen pingpong mah, maen bal mah, maca buku mah, jeung rea-rea deui. Komo mae bal mah, kajeun teuing bobolokot leutak nepi balik dicarekan ku indung bapa, eh angger we teu kapok-kapok. Ma'lum harita mah taun 80-an boga idola pamaen PERSIB, Adjat Sudradjat tea.
Nincak SMA tahun 89, kuring mimiti mikir yen jelema teh kudu boga kaahlian anu bener sangkan bisa nyanghareupan hirup mandiri. Hayang jadi pamaen bal, kondisi pisik teu pati ngarojong. Awak teh asa teu ngajangkungan jeung leutik wae, jadi mu ngadu awak jeung batur teh kaeelehkeun. Memang harita aya pamaen PERSIB anu awakna leutik, nyaeta Yusuf Bachtiar. Tapi pan manehna mah dirojong ku bakat jeung kamampuan skill anu hade. Ahirna teu jadi hayang jadi pamaen bal teh. Hayang jadi tentara, nya kitu tea moal lulus test pisik. Hayang jadi bentang pilm, waduh....kumahaa kitu nya.
Sanggeus mikir anu jero, kuring ahirna manggihan ide ngeunaan kaahlian jeung pagawean naon anu teu pati merlukeun kamampuan pisik jeung beungeut sarta bakal kapake saumur hirup. Nyaeta jadi ahli bahasa asing. Modalna ngan biwir wungkul (rada jebleh ge bae ah he he..) eta mah rek jadi guru basa asing atawa penerjemah tea. Alhamdulillah, harita taun 90-an di SMA jurusan IPS teh aya pelajaran basa Jepang. Guruna teh bu Rina nu geulis jeung bageur tea. Keur mah sumanget ninggali guruna (punten bu!!), ditambah sumanget hayang bisa basa Jepang, nya diajar teh soson-soson pisan. Nincak kelas tilu, panggih deui jeung pelajaran basa Jepang anu guruna teh bu Ida. Leuwih soson-soson deui da tereh kaluar SMA, nepika dina ijasah teh rek dibere nilei 10, tapi ku wali kelas dikurangan jadi 9 (nu lain mah nilai teh dikatrol, na ari kuring kalahka dikurangan he he...). Cenah, alesanna teh beurat teuing mun dibere nilai 10 teh. Wios bu guru ah...nilai dina ijasah mah da formalitas wungkul nya bu!!
Lulus ti SMA, taun 92 kuring neruskeun ka jurusan basa Jepang di STBA Yapari-ABA Bandung. Malah taun 96 meunang kasempetan diajar sataun di Jepang. Sanggeus lulus taun 99 langsung gawe di perusahaan Jepang jadi penerjemah.
Taun 2000, mimiti gawe jadi guru kursus basa Jepang. Betah jadi guru mah, lain kunanaon... modal spidol atawa kapur tapi berkuasa!! sok wae bayangkeun, kajeun teuing presiden mun asup kursus ka kelas kuring mah, wayahna we kudu ngaregepkeun pelajaran kuring. komo mun dititah ngerjakeun PR mah, kudu dilaksanakeun..kitu deui jadi penerjemah, moal aya wates umurna sarta teu butuh kamampuan pisik atawa penampilan beungeut...kitu tah alesan kuring milih kaahlian basa Jepang teh. Satuju teu satuju, eta mah ceuk kuring...
Jumat, 01 Agustus 2008
Hatur Nuhun kanggo Ibu Euis Kuraesin
Tahun 1980, kuring asup SD. Asup SD teh teu ka TK heula. Jadi, mimiti diajar maca jeung nulis teh nya harita we pas mimiti asup ka SD. Harita nu jadi guru kelas hji teh namina ibu Euis Kuraesin. Ibu Euis teh kacida bageurna, nepika kuring mah anu asalna sieun asup sakola teh jadi asa betah wae. Geus mangtaun-taun kuring can pernah panggih deui jeung ibu Euis teh. Sono pisan, sabab nepi ayeuna ge sok inget wae kana jasa-jasana. Anjeunna nu mimiti ngajarkeun nulis jeung maca teh, kitu oge pelajaran berhitung. Bisa nulis dina blog ieu teh, tangtu pisan aya jasa ibu Euis. Ibu, Teu aya deui anu bade didugikeun kajabi ngahaturkun mangrebu-rebu nuhun. Mudah-mudahan Allah SWT maparinan ganjaran nu manglipet-lipet. Amien....
Langganan:
Postingan (Atom)